SEARCH

SKETSA KEHIDUPAN


Terlalu sering saya tampilkan model kubah di blog ini. Tetapi tak apalah, karena itu adalah cerminan "kegalauan" sketsa saya akhir-akhir ini. Pertama, karena di "jalan alternatif" yang setiap hari saya lewati terdapat sebuah Masjid Kubah besar yang merana "terbenam" oleh situasi yang tidak menguntungkan. Dan yang Kedua, karena model Kubah inilah yang sementara ini menjadi representasi "keinginan" komunitas saya untuk semakin dipertegas.



Terlanjur, yah....kayaknya istilah itu yang ingin saya gunakan sebagai pembelaan atas terbatasnya dan kekurangpercayadirian saya mem'presentasikan' goresan pena itu. Pesan saya sesungguhnya adalah Masjid yang di'idekan' dalam waktu dekat itu harus terbuka, dan hilang "kunci-kunci" penutup darinya. Siapa pun boleh duduk di sana, bahkan tidur-tiduran pun boleh. Tak akan ada lagi tulisan "DILARANG TIDUR-TIDURAN DI MASJID INI".



Lebih jauh lagi, tak boleh lagi terdapat tulisan "ANAK KECIL DI BAWAH 7 TAHUN TAK BOLEH MASUK KE MASJID INI".





Lebih mudahnya, saya kira "download" aja sketsa-sketsa yang saya selipkan "morat-marit ini" dan kita bahas nanti malam.....Ahhh...jangan buru-buru, kapan saja kalau sudah ada undangan. Okay bro !!!!

MENARA DI BALIK PUING-PUING

Anak-anakku sekalian, di sinilah..yahh..kira-kira sekitar sini waktu itu 5 abad yang lalu berdiri sebuah Masjid di sini. Kalau untuk ukuran saat itu, masjid itu tergolong besar dan kalau berkembang mungkin saat itu bisa lebih besar lagi. Persis di sebelahnya terdapat lembaga pendidikan Madrasah yang terbilang cukup berkembang dan kompetitif di levelnya.Masyarakat sekitarnya tergolong hidup dengan suasana damai dan cukup islami. Dari beberapa penelitian arkeolog menemukan bahwa terdapat hampir puluhan Musollah kecil di sekitar masjid itu yang kalau diperkirakan dalam radius 5 km.Penghidupan masyarakat di sana sangat heterogen, mulai dari petani, pedagang, pegawai, bahkan preman pun ada. Kalau anak-anakku pernah mendengar peristiwa "MARSINAH", maka di sinilah tempat itu.Tetapi kehidupan yang damai itu akhirnya luluh lantak akibat musibah "LUMPUR LAPINDO" yang kemudian memaksa mereka meninggalkan kampung halaman mereka.........Mungkin cerita di atas akan menjadi bahan cerita atau contoh kisah 5 abad yang akan datang sekiranya mereka menyimpan photo-photo ini.
Andaikan sudah teknologi yang mampu memindahkan masjid itu ke tempat lain, maka sungguh karya arsitektur masyarakat itu tak boleh dihancurkan begitu saja. Termasuk seluruh pemukiman mereka yang dengan kesederhanaannya telah membangun sebuah peradaban mini yang anggun, tertata dan tak bisa ditiru.

Atau andaikan ada seorang yang mendapatkan mu'jizat seperti Nabi Sulaiman yang mampu memindahkan istana Ratu Balkis, maka saya akan minta tolong kepada orang itu untuk mengangkat Masjid-masjid itu ke tempat lain yang lebih baik bersama seluruh pemukimannya.

Ingin sekali sebenarnya saya mengabadikan masjid dan musollah-musollah itu dengan capture-capture menarik untuk anda, nanti saya coba lagi.

RUMAH MINIMALIS


Entah dari siapa istilah "RUMAH MINIMALIS" dirilis pertama kali. Rumah minimalis bisa berarti minimalis anggarannya, minim luas tanahnya, minim fasilitasnya, minim asap yang ngepul dari dapurnya (alias dapur tak pernah mengepul) dan berbagai macam istilah minim lainnya.Lebih sederhananya, minimalis sebenarnya adalah minim dekorasi meskipun acapkali rumah ber'konsep minimalis' malahan lebih kaya alias penuh dengan pernak pernik yang secara mendasar tak dibutuhkan.Okelah,...kita jangan berpanjang lebar mempersoalkan istilah itu. Karena kita mungkin justru akan terjerumus dalam perbedaan pendapat "MINIMALIS" cocok di negara tropis seperti di Indonesia. Ringkasnya saya hanya ingin berbagi TIPS mensiasati desain rumah yang serba minim itu tadi, tetapi mampu mencukupi kebutuhan standard rumah bagaimana layaknya.





PERTAMA

Patuhi regulasi yang dikeluarkan pemangku kebijakan, semisal IMB (Ijin mendirikan Bangunan), ikuti aturan GARIS SEMPADAN yang ditetapkan dan sebisa mungkin memberi contoh yang baik bagi sekeliling.



                                                                                   

KEDUA
Meskipun lahan anda sempit, tetapi tetaplah bagi area rumah anda seperti area PUBLIK, SEMI PUBLIK, PRIVATE ataupun SERVICE. Kalau ternyata sulit, cukup dengan membuat perbedaan tinggi lantai, perbedaan warna keramik, ataupun penempatan pernak-pernik sesuai orientasi ruang yang anda inginkan.







KETIGA

Jangan biarkan terdapat satu ruang pun dalam rumah anda yang tak terhubung dengan dunia luar, sekecil apapun bentuknya. Misalnya jendela ventilasi, pintu atau sejenisnya. Harapannya, ketika komponen itu dibuka maka sirkulasi udara ataupun cahaya akan terjadi dengan sempurna.

KEEMPAT
Jangan takut atau ragu membuat sesuatu dalam rumah anda sesuai hobby dan kesenangan anda. Misalnya kalau anda pencinta burung, maka siapkan saja area memelihara burung. Dan begitu seterusnya, anda lebih tau hobby anda.

KELIMA

Mengocek saku terlalu dalam, pasti selalu anda hindari karena konsep minimalis yang anda pahami. Makanya hindarilah membangun untuk selanjutnya dalam waktu singkat anda bongkar lagi. Melainkan lakukan pembangunan dengan rencana bertahap atau dulunya orang sering menyebutnya rumah tumbuh.





KEENAM
Ketika dana anda bertambah, sumber dana anda pun mulai membaik dan keluarga anda sudah tergolong keluarga mampu, maka jangan ragu untuk melakukan investasi dengan cara membeli rumah di tempat lain yang lebih strategis dan tentunya lebih luas alias sudah tidak MINIM lagi. Dan yang paling penting lagi JANGAN LUPA TUNAIKAN ZAKAT !!!

AIR SUMBER KEHIDUPAN


Ada sekelumit dialog yang cukup unik. Seorang pedagang asongan di sela-sela hiruk pikuknya terminal siang itu, mengajak kawannya sedikit bersantai dengan menceburkan diri ke Kali Brantas. Tetapi alangkah kecewanya ketika temannya itu yang tak lain adalah seorang pemulung menolak dengan alasan "tidak bisa berenang".

"Kamu ini orang aneh, masak rumahmu di atas bantaran kali koq malah kamu tidak bisa berenang".

"Emangnya kalau rumah di atas bantaran kali, trus mutlak kita harus bisa renang ?".

"Ya, iyalah", jawab si pedagang asongan.

"Tapi begini, orang tua saya memilih tinggal di atas bantaran kali bukan karena ingin anak-anaknya pandai berenang. Tetapi karena tidak ada lagi tempat lain".

"Oohhhh".

Itu hanya sebuah cerita,..prolog dari apa yang ingin saya tuliskan.


Ada sebuah iklan produk di Televisi yang mengklaim bahwa 75% dari tubuh manusia adalah air. Ahh, masak iya..tentu bukan bidang saya untuk mencari kebenarannya. Yang penting percaya sajalah. Air kalau keluar dari kran air bersih kemudian di masak dan di aduk bersama gula, kopi & susu maka tentulah akan menjadi segelas Kopi susu dan so pasti bisa di minum. Air yang keluar dari mata air pegunungan tentu kita bersepakat bahwa untuk sementara hanya bisa dipakai untuk membersihkan badan dan sejenisnya.



Tetapi kalau air yang dari mata air pegunungan plus "alias ditambah" dengan air yang jatuh dari langit "alias air hujan", maka air itu akan mencari jalannya sendiri, menurut kehendaknya, sesuai dengan apa yang telah digariskan "oleh takdir-NYA" kepadanya. Kalau anda manfaatkan sebaik-baiknya, maka air akan menjadi bahagian dari alam yang sangat bersahabat. Karena air dapat anda antarkan ke dapur anda, bisa diselipkan diantara "relung-relung hati" rumah anda,
atau bahkan bisa menjadi media lain. Tergantung seperti apa anda memperlakukan air sebagai sumber kehidupan.

PASAR TRADISIONAL DALAM TEORI ES POTENG


Pada suatu siang, ada seorang penjual es "poteng", kalau istilah yang lebih populer mungkin, es campur atau es tape. Pokoknya penjual es yang sehari-harinya menggunakan sepeda pancal. Secara tidak sengaja menghentikan sepedanya dan beristirahat di bawah sebuah pohon yang sebenarnya tidak begitu rindang. Tetapi, kalau dibandingkan dengan rasa capek "pak penjual es poteng" ini, maka pohon ini adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa. Lumrahlah, karena setelah setengah hari ini beliau dengan sabarnya berkeliling kampung menjajakan es potengnya dan kelihatannya sudah hampir habis.

Tanpa ia sadari, beliau tertidur dan betapa kagetnya karena tiba-tiba dibangunkan oleh seorang pemulung yang nampaknya setali tiga uang keperluannya sama dengan pak penjual es ini (ingin sekedar melepas lelah di bawah pohon ini).


Cukup lama mereka ngobrol berdua hingga lewatlah serombongan anak-anak sekolah pulang dari sekolah kira-kira 4-5 orang. Kemudian mereka mampir di bawah pohon itu dan membeli es poteng, sekalian mereka traktir juga itu si pemulung.

Ringkas cerita, mereka pun buyar dan satu persatu pulang ke rumah masing-masing. Keesokan harinya, terulang lagi peristiwa seperti kemarin dimana penjual es poteng berteduh kemudian ada rombongan anak-anak sekolahan mampir minum es tetapi kali ini dalam jumlah besar. Nah, kelihatannya muncul masalah baru karena es potengnya habis. Akhirnya keesokan harinya pak penjual es poteng mengajak seorang temannya sesama penjual es poteng.

Teruuussslah secara terus menerus di bawah pohon itu bertambah penjual-penjualnya dari hari ke hari. Penjual bakso, jamu, sayuran, souvenir, pakaian sampai pada suatu ketika kira-kira yaahh, sudah berjarak beberapa tahun...pak penjual es poteng itu sudah meninggal dan ada seorang penjual kain mendirikan sebuah lapak semi permanen persis di area pak penjual es poteng itu tadi. Tentunya sekarang pohonnya sudah ditebang dan sudah berdiri bangunan-bangunan semi permanen.

Rupanya tempat itu telah tersulap menjadi sebuah PASAR. Hingga bertahun-tahun, hingga saat ini dan mungkin hingga digusur lagi atau...entahlah !

Peristiwa inilah yang dijadikan orang sebagai teori cikal bakal berdirinya sebuah PASAR.

Teori ini pastilah kurang relevan untuk digunakan dari masa ke masa. Karena buktinya saat ini, pasar-pasar modern, swalayan, mall, pusat-pusat perbelanjaan toh didirikan secara "sim-salabim abrakadabra". Terlepas dari itu semua, pernahkah kita mengingat kembali "pak penjual es poteng" yang waktu itu karena tuntutan "dapur harus mengepul" harus berjuang hingga menancapkan sejarah di bawah pohon tadi ? Ataukah pernahkan kita merenungkan kembali peristiwa ditraktirnya "sang pemulung" oleh anak-anak sekolah yang kemudian menjadi titik sejarah baru itu.

Bandingkan saja antara "pasar" pak penjual "es poteng" bersama anak-anak pulang sekolah sebagai konsumennya dengan mall,"swalayan","hypermarket" bersama masyarakat konsumtifnya sebagai konsumennya. Sungguh sebuah pemandangan perbedaan yang sejatinya dimulai oleh "karakter ARSITEKTUR" yang tak manusiawi. Lihatlah, betapa gagahnya "hypermarket" itu berdiri menyambut dengan style "hingar bingarnya", menyambut konsumen ber"style" konsumtif yang dengan bangganya rela berjejer mengantri berjam-jam meskipun tak begitu jelas ingin membeli apa. Karena memang mereka tidak membutuhkan apa-apa untuk dibeli tak lebih dari hanya sekedar "TAKJUB" dan ingin turut serta "MENCICIPI" ....aroma kemewahan yang tak mungkin mereka raih.


Akhirnya apa yang terjadi, maaf...para "panrita balla" itu pun dengan bangganya menancapkan "menara gading" meskipun itu maksudnya "menara air" yang tak jelas apa hubungannya dengan ES POTENG. Kalau monumen sepeda pancal mungkin sedikit lebih relevan.

Semuanya berpulang kepada karakter apa yang berusaha kita, (anda dan saya), kita semua bangun. Karakter arsitektur tidak dapat dipalingkan dari "TEORI ES POTENG" yang sangat fenomenal itu.

SKETSA tak dapat MENGUBAH DUNIA


Judul di atas sesungguhnya originalnya begini : "SKETSA MENGUBAH DUNIA". Tetapi kemudian saya sisipkan dua kata di antaranya tak lain hanya karena menghindari polemik dan kurang rukunnya anda dengan saya.

Guru saya pernah berkata : "Coret saja kertas gambarmu, jangan biarkan kosong sepanjang malam. Kumpulkan coretan-coretan itu di akhir waktu. BANDINGKAN BEDANYA !!!
Perbedaan coretan di awal coretan sampai lembar yang paling terakhir, silakan anda nilai sendiri".

Ketika di hari pertama anda mencoret, maka mungkinlah akan mirip dengan coretan ini :


Uuppss, jangan miris dulu. Karena ini barulah awalan yang mungkin mirip kertas latihan anak saya di Play Group.

Ketika hari kedua, kelihatannya koq perlu pembenahan. Apa kata guru saya kalau lembarannya hanya satu, maka saya genapkan jadi dua.


Sedikit membaik. Hari ketiga terlalu capek rupayanya, hingga seharian tanpa hasil. Hari keempat saya ingat apa kata guru saya. Eeh,,hati-hatilah anda karena anda telah ketinggalan hari ketiga. Maka di hari keempat ini harus ada dua lembar.



Apa jadinya di hari-hari berikutnya, saya juga belum tahu. Kita lihat saja nanti.

Apakah betul DUNIA AKAN BERUBAH DENGAN SKETSA ?